Belajar
fotografi digital memang bukan hal yang mudah, tapi bukan juga sesuatu
yang sulit atau tidak bisa dipelajari sampai menjadi Photographer
handal. Inti nya hanya satu. Kenalilah kamera digital anda dengan
istilahnya yang memang harus anda fahami. Untuk mendapatkan hasil foto
yang bagus, bokeh adalah terletak pada pemahaman atas setting kamera
DLSR yaitu: Aperture (bukaan), Depth of Field (DoF), Shutter Speed (kecepatan rana) dan ISO.
Berikut akan dijelaskan secara detail 4 elemen setting tersebut diatas.
Aperture
adalah bukaan lensa dimana cahaya akan masuk. Bila aperture besar, maka
cahaya yang masuk semakin banyak sebaliknya jika aperture kecil maka
cahaya yang masuk pun akan sedikit. Aperture juga menentukan ruang tajam
(Depth of Field/DOF), jadi semakin besar Aperture nya maka kedalaman
ruang jadi tipis (gambar semakin kabur). Aperture biasanya dilambangkan
dengan huruf “f”, angka kecil berarti aperture nya besar sedangkan
angka besar berarti aperture kecil.
Ex: f/1, f/2, f/4, f/5 dan seterusnya. Jadi bukaan/aperture f/2 lebih besar daripada bukaan f/4
2. Depth of Field (DoF).
Add caption |
Mengambil
foto sebuah pemandangan yang semuanya akan ditonjolkan membutuh kan
Depth of Field (DoF) yang besar, sehingga orang dapat men-setting bukaan
sekecil mungkin. Begitu pula halnya dengan memotret model, dimana yang
dikehendaki pengisolasian subject dari lingkungan membutuhkan depth of
field (DoF) yang sekecil mungkin.
Hal yang terkait tentang Depth of
Field/kedalaman medan adalah daerah tajam di sekitar fokus. Kedalaman
medan dipengaruhi oleh besar aperture, panjang fokal dan jarak ke
obyek. Untuk itu perlu diingat pemahaman nya seperti:
- Aperture, semakin besar aperture (f number makin kecil) maka DOF akan makin dangkal/sempit.
- Panjang fokal (riil), semakin panjang fokal, DOF makin dangkal/sempit.
- Jarak ke obyek, semakin dekat jarak ke obyek maka DOF makin dangkal/sempit.
Pemilihan DOF
- Jika DOF sempit, FG dan BG akan blur. DOF sempit digunakan jika kita ingin mengisolasi/ menonjolkan obyek dari lingkungan sekitarnya misalnya pada foto-foto portrait atau foto bunga.
- Jika DOF lebar, FG dan BG tampak lebih tajam. DOF lebar digunakan jika kita menginginkan hampir seluruh bagian pada foto nampak tajam, seperti pada foto landscape atau foto jurnalistik.
- Kecepatan yang merupakan sebuah variable di setting mengikuti takaran sesuai ISO yang dipilih. Kalau perlu pakai tripod atau monopod. Memotret pemandangan tanpa tripod orang akan mempertahankan kecepatan terendah yang dia bisa pertahankan, aperture akan mengikuti.
- Memotret sport dengan kecepatan tinggi orang akan menetapkan speed yang tinggi dan aperture mengikuti. Demikian pula memotret low exposure dan panning, orang akan menetapkan speed yang akan diikuti aperture sesuai ISO yang dipakai.
- Komponen Variabel yang mensuport pilihan di atas juga harus dipilih untuk lebih memperkuat pilihan efek yang hendak dibuat. Memotret pemandangan orang cenderung memakai wide angle lens yang memiliki dept of field yang dalam dan distorsi cembung.
- Dalam memilih ISO juga cenderung memakai film ISO rendah yang memiliki butiran yang halus yang akan menunjang dept of field (DOF) yang dalam tersebut. Memotret model orang cenderung memakai tele yang memiliki depth of field yang tipis dan distorsi cekung yang akan membuat muka orang menjadi langsingan.
- Kalau perlu memakai fast lens yang memiliki bukaan 2,8 bahkan 1.8. Komponen penunjang lainnya seperti tripod di mana kecepatan yang dipilih lebih rendah dari yang mampu kita tahan. Netral Density Filter dimana kecepatan yang dihasilkan dari bukaan yang paling memungkinkan masih lebih cepat dari yang kita inginkan.
- Komposisi dan Angle. Komposisi adalah penempatan obyek dalam frame foto. Sedangkan Angle adalah sudut pemotretan, dari bawah, atas, atau sejajar. Komposisi dan angle lebih menyangkut ke seni dari fotografi. Faktor selera fotografer sangat besar pengaruhnya.
3. Shutter Speed/ Kecepatan Rana.
Rana berada tepat di depan sensor karena
fungsi rana adalah sebagai penghalang cahaya yang nantinya terekan ke
dalam sensor (digital) atau klise (analog). Sedangkan Shutter Speed
(kecepatan rana) adalah durasi kamera membuka sensor untuk menyerap
cahaya, satuannya adalah detik. Kamera SLR pada umumnya memiliki
kecepatan bulb 30”, 25”, 20”, 15”, 10”, 8”, 6”, 5”, 4”, 3”, 2”, 1”,
1/2”, 1/4”, 1/5”, 1/6”, 1/8”, 1/60’, 1/125”, 1/250”, 1/1000”, 1/4000”.
S=30″ artinya dalam pengambilan gambar, rana akan membuka dan merekam selama 30 detik. Begitu halnya dengan S=1/60, rana akan membuka dan merekam gambar selama 1/60 detik atau tidak sampai 1 detik.
S=30″ artinya dalam pengambilan gambar, rana akan membuka dan merekam selama 30 detik. Begitu halnya dengan S=1/60, rana akan membuka dan merekam gambar selama 1/60 detik atau tidak sampai 1 detik.
Selain mempengaruhi kualitas cahaya yang masuk, Shutter Speed mempengaruhi gambar dalam 2 hal:
- Shutter speed yang cepat dapat menangkap/membekukan (freeze) objek yang bergerak saat di foto
- Shutter speed yang lama dapat menangkap kesan gerakan secara continue
Beberapa efek yang dipengaruhi oleh speed:
- Long Exposure. Long Exposure biasanya menggunakan shutter speed 10-30 detik dikarenakan kurangnya cahaya. Karena kecepatan rana/ shutter speed yang lambat maka kemungkinan besar gambar menjadi kabur, karena lebih baik digunakan tripod.
- Panning. Teknik
Panning bertujuan untuk mendapatkan objek gambar yang relatif tajam
dengan latar belakang kabur sehingga terkesan objek tersebut bergerak
cepat. Dalam fotografi olahraga, teknik ini kerap digunakan. Tips teknik panning:
- Pilih shutter speed yang lambat, mulai dari 1/30, 1/15 atau 1/8.
- Perhatikan background, disarankan tidak memakai warna/ bentuk background yang mencolok
- Gunakan tripod agar kualitas gambar tajam
Jika ingin menghasilkan efek “Panning” (misalnya foto motor atau mobil yang sedang berjalan dengan background yang seolah-olah bergerak), kita harus membuka kamera lebih lama sekitar 1/30 detik. Lalu ikutilah pergerakan objek yaitu motor atau mobil tadi. Karena kamera mengkuti pergerakan objek, maka objek akan tetap fokus namun background akan seolah-olah bergerak. Efek “Panning” tidak mungkin didapatkan melalui shutterspeed yang terlalu cepat.
- Slow Speed/Motion.
yaitu memotret dengan menggunakan kecepatan dibawah 1/30 detik dengan
memfokuskan pada obyek tertentu sebagai obyek utama (Point Of Interest).
Teknik ini biasanya digunakan untuk memotret obyek-obek yang
bergerak/dinamis, seperti air terjun yang terlihat lembut, air
sungai/laut yang terlihat seperti kabut, dan sebagainya. Dimalam hari,
kita bisa memanfaatkan teknik ini untuk merekam gemerlapnya lampu.
Foto di atas menggunakan shutterspeed 30 detik. Karena shutterspeed yang lama, dengan objek batu diam dan objek air yang terus bergerak, maka akan menimbulkan efek seperti di atas. Dengan shutterspeed yang sangat lambat seperti itu tidak mungkin bisa dilakukan dengan handheld (memotret dengan kedua tangan) karena rawan akan shake-blur. Memotret dengan shutterspeed lambat harus menggunakan tripod. - Stop Action/Moment Freeze.
yaitu memotret dengan menggunakan kecepatan diatas 1/400 detik dengan
maksud menghentikan pergerakan obyek, teknik ini digunakan oleh para
fotografer untuk mengabadikan obyek yang bergerak tanpa menghilangkan
background pendukung obyek utamanya.
ika kita ingin memotret benda yang bergerak dengan cepat, dan ingin objek itu benar-benar tampak diam, kita harus mengatur shutterspeed secepat mungkin. Misalnya setting shutterspeed 1/1000 detik, selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengatur diafragma agar indikator eksposure tetap berada di tengah.
4. ISO/ASA.
ISO ( International Organization for
Standardization) adalah ukuran sensitivitas sensor kamera terhadap
cahaya. Ukuran dimulai dari angka 50, 80 atau 100 dan akan berlipat
ganda 3200 atau lebih besar lagi. ISO dengan angka kecil berarti
sensitivitas terhadap cahaya rendah, begitu sebaliknya.
Semakin rendah ISO (100, 200), semakin
sedikit sensitif sensor terhadap cahaya. Jika ingin menangkap lebih
banyak cahaya dalam lingkungan yang gelap, caranya adalah hanya dengan
meningkatkan setting ISO.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang setting ISO di kamera (ASA didalam fotografi film), coba
bayangkan mengenai sebuah komunitas lebah. Sebuah ISO adalah sebuah
lebah pekerja. Jika kamera di set pada ISO 100, artinya memiliki 100
lebah pekerja. Dan jika kamera di set pada ISO 200 artinya saya memiliki
200 lebah pekerja.
Tugas setiap lebah pekerja adalah
memungut cahaya yang masuk melalui lensa kamera dan membuat gambar.
Jika menggunakan lensa identik dan aperture sama-sama di set pada f/3.5
namun di set ISO pada 200 sementara anda 100 (bayangkan lagi tentang
lebah pekerja), maka gambar punya siapakah yang akan lebih cepat
selesai?
Secara garis besar, saat akan menambah
setting ISO dari 100 ke 200 (dalam aperture yang selalu konstan-kunci
aperture di f/3.5 atau melalui mode Aperture Priority-A atau Av),
mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah foto di
sensor kamera sampai separuhnya (2kali lebih cepat), dari shutter speed
1/125 ke 1/250 detik. Saat menambah lagi ISO ke 400, memangkas waktu
pembuatan foto sampai separuhnya lagi: 1/500 detik. Setiap kali
mempersingkat waktu esksposur sebanyak separuh, dinamakan: Menaikkan
esksposur sebesar 1 stop.
Anda bisa mencoba pengertian ini dalam
kasus aperture, cobalah set shutter speed kita selalu konstan pada 1/125
(atau melalui mode Shutter Priority-S atau Tv), dan ubah-ubahlah
setting ISO anda dalam kelipatan 2; misal dari 100 ke 200 ke 400 …dst,
lihatlah perubahan besaran aperture nya.
Berikut adalah langkah-langkah yang penting untuk pengaturan yang tepat dalam pengambilan foto yang diinginkan.
Langkah 1: Sesuaikan ISO
Ketika akan menembak serangkaian foto
dilingkungan yang konsisten, tidak perlu untuk terus bermain-main dengan
ISO. Sebelum memulai pengambilan gambar, yang utama dalah menentukan
ISO (ingat, semakin rendah semakin baik). Lingkungan
yang cerah dengan banyak cahaya hanya mungkin perlu ISO 100 atau 200.
Sedangkan lingkungan dalam ruangan akan menjadi 400 sampai 600 dan
fotografi malam akan membutuhkan 800+.
Langkah 2: Mencari tahu apa yang ingin Anda ambil
Berikutnya, yang perlu diperhatikan
adalah subjek foto. Jika lanskap, ingin aperture sempit (seperti F10)
untuk memungkinkan lebih banyak cahaya dan rincian. Atau jika Anda ingin
menciptakan efek bokeh, Anda akan memiliki aperture yang lebih luas
(seperti F1.8). Kemudian, Anda akan menyesuaikan Shutter Speed
(kecepatan rana).
Kadang-kadang dengan objek bergerak, Anda
mungkin mempunyai teknik lain, pertama berpikir tentang kecepatan rana
sebelum bermain-main dengan aperture. Misalnya shoot seorang Dancer.
Jika Anda ingin menangkap momentnya dengan detail, maka dibutuhkan
kecepatan rana yang lebih cepat. Sedangkan jika Anda ingin menciptakan
mengaburkan dari gerakannya, maka Anda akan memilih kecepatan rana lebih
lambat.
Jika mengubah aperture dan kecepatan rana tidak menciptakan efek yang diinginkan, maka harus perlu menyesuaikan ISO lagi.
————————————
Kongklusi:
APERTURE/DIAFRAGMA.
- Semakin besar bukaan diafragma semakin banyak cahaya yang masuk. DOF/ruang ketajaman semakin tipis.
- Semakin kecil bukaan diafragma semakin sedikit cahaya yang masuk. DOF/ruang ketajaman semakin luas.
SHUTTER SPEED.
- Semakin lambat shutterspeed semakin banyak cahaya yang masuk.
- Semakin cepat shutterspeed semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin cepat kemampuan kamera menangkap objek.
ISO.
- Semakin rendah ISO semakin sedikit cahaya yang masuk.
- Semakin tinggi ISO semakin banyak cahaya yang masuk. Semakin sensitif sensor menangkap cahaya namun semakin banyak noise yang keluar dalam foto. ISO tinggi hanya digunakan ketika kita dalam kondisi kamera kekurangan cahaya, misalnya malam hari.
1. Set mode Aperture Priority atau AV.
2. Set bukaan kamera pada bukan lebar (semakin lebar hasilnya akan semakin bokeh).
Semoga Bermanfaat….. !!!
Tambahan: Cek EXIF
BalasHapushttp://regex.info/exif.cgi/exif.cgi